Skip to main content

For My Country - BPJS Kesehatan (Collecting Iuran 1)

Sistem Collecting Iuran BPJS Kesehatan

Semenjak bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan, model collecting iuran sangat berubah. Dahulu pada jaman PT. ASKES fokus collecting iuran hanya pada sektor pemerintahan dan institusi, sedangkan pada jaman BPJS Kesehatan cakupannya menjadi sangat luas dan retail. Luasnya cakupan sektor collecting iuran ini bahkan hingga level semua individu per jiwa, dimana semua warga negara Indonesia nantinya diwajibkan menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Bagi duta BPJS Kesehatan (sebutan bagi karyawan / karyawati) ini merupakan tantangan yang sangat besar. Bahkan kami telah mencoba perbandingan dengan institusi dari dalam maupun luar negeri, namun belum menemukan yang identik sama. Besarnya tantangan ini membuat kami semakin solid dan harus selalu berpikir kreatif dan inovatif dalam mengembangkan strategi collecting iuran.

Ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam collecting iuran BPJS Kesehatan :
  1. Masih rendahnya informasi dan karakter masyarakat yang masih belum benar tentang asuransi. Sebagian besar peserta BPJS Kesehatan hanya membayar iuran lancar ketika dalam kondisi sakit.
  2.  Jumlah dan sebaran channel pembayaran iuran yang belum banyak dan merata. Pada awal berdirinya BPJS Kesehatan jumlah channel pembayaran iuran hanya sebatas jumlah channel yang terdapat pada tiga bank BUMN yang telah bekerjasama sebagai mitra yaitu (Bank Mandiri, BNI, dan BRI).
  3. Terbatasnya jumlah SDM collecting iuran BPJS Kesehatan dibandingkan dengan cakupan wilayah kerja dan jumlah peserta yang telah terdaftar.


Bagi kami tantangan tersebut sangatlah menarik untuk dipecahkan. Ada kebanggaan tersendiri dalam diri kami untuk memberikan kontribusi terbaik bagi negara ini.

Ada beberapa strategi dan inovasi yang telah ditetapkan oleh manajemen BPJS Kesehatan untuk menyelesaikan tantangan tersebut diatas, antara lain 

a. Memperluas dan memeratakan sebaran channel pembayaran iuran. Metode yang digunakan adalah dengan membuka layanan Payment Poin Online Bank (PPOB). Alasan kami memilih PPOB karena banyak peserta BPJS Kesehatan yang belum mengenal layanan perbankan / unbankable, serta channel perbankan yang belum menyentuh wilayah-wilayah pelosok. Sejak diresmikan di bulan Oktober 2015, jumlah channel PPOB BPJS Kesehatan sudah mencapai +/- 113.000.

Dibukanya channel PPOB ini terbukti menjawab kebutuhan peserta untuk lebih mudah, dekat, dan nyaman dalam melakukan pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Menurut data BPJS Kesehatan, tercatat dari Januari hingga pertengahan Februari 2016 jumlah transaksi pembayaran melalui channel PPOB mencapai +/- 1,4 juta.

Sebagai informasi, pembayaran melalui channel PPOB BPJS Kesehatan ini dikenakan biaya administrasi Bank sebesar Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah) per transaksi. Unsur biaya administrasi ini tidak tergabung dengan jumlah tagihan yang muncul di channel pembayaran iuran, karena pada prinsipnya BPJS Kesehatan tidak memungut biaya tambahan apapun dari peserta. Besaran biaya administrasi tersebut merupakan substitusi atas biaya teknologi dan kemudahan layanan yang diterima oleh peserta, sebagai contoh peserta tidak perlu lagi mengeluarkan biaya transportasi yang terkadang bisa lebih besar dibanding jumlah tagihan BPJS Kesehatan, karena loket pembayarannya lebih dekat dengan lokasi tempat tinggal mereka.

Sebaran channel yang sudah mulai banyak dan merata ini belumlah akhir / kunci bagi sistem collecting iuran. Konsep gotong royong yang telah menjadi nilai luhur bangsa ini adalah inti program BPJS Kesehatan. Atas dasar hal tersebut, saat ini manajemen BPJS Kesehatan sedang menyiapkan konsep tagihan iurann satu keluarga. Mengapa harus satu keluarga ?

Sebagaimana kita tahu bahwa biaya kesehatan tidaklah murah. Dengan jumlah iuran dasar BPJS Kesehatan per kelas (Kelas I = Rp. 59.500, Kelas II = 42.500, Kelas III = 25.500) tidaklah sebanding dengan biaya layanan kesehatan yang dikeluarkan. Sebagai contoh : Peserta kelas II menderita sakit jantung. Biaya bypass jantung yang rata-rata mencapai Rp.300.000.000, peserta tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan (kecuali biaya non medis apabila peserta naik kelas rawat dari kelas II ke kelas I). Artinya secara hitungan peserta tersebut harus disokong oleh +/- 7.059 orang peserta kelas II lainnya.

b. Kami sadar keterbatasan SDM bukanlah satu-satunya alasan yang membuat tantangan collecting iuran terasa begitu berat. Kami percaya pada pepatan dan prinsip “dimana ada kemauan, disitu ada jalan”. Jadi inovasi apa yang telah disiapkan oleh manajemen BPJS Kesehatan ?


Dalam waktu dekat kami akan segera mengimplementasikan inovasi baru kami. Ditunggu kabar baiknya J


Comments

Popular posts from this blog

Serunya Kuliah di Politeknik

Tak semua orang tahu tentang politeknik. Institusi pendidikan di bawah naungan Dirjen Dikti memang tergolong masih cukup baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada dasarnya Politeknik serupa dengan Akademi, namun politeknik lebih heterogen disiplin ilmunya. Di Indonesia ada beberapa politeknik negeri dan swasta. Untuk politeknik negeri biasanya merupakan hasil proyek kerjasama pemerintah Swiss dan Australia dengan Indonesia. Ciri khas khususnya adalah latar belakang mereka yang dahulu bernama sama dengan universitas tempat politeknik didirikan, namun dengan berbagai pertimbangan nama universitasn yang melekat pun dihapus, diantaranya : 1. Politeknik UNDIP yang berubah menjadi Politeknik Negeri Semarang (PoliNes). 2. Politeknik ITB yang berubah menjadi Politeknik Negeri Bandung (Polban). 3. Politeknik UNIBRAW yang berubah menjadi Politeknik Negeri Malang (PoliNema). 4. Politeknik UI yang berubah menjadi Poiteknik Negeri Jakarta (PNJ). 5. Dan lain sebagainya.

Skripsi = Merangkai Puzzle

Skripsi merupakan bagian akhir dalam sebuah proses perkuliahan. Bisa dibilang skripsi merupakan kunci keluar untuk memperoleh suatu gelar kesarjaanaan maupun gelar pendidikan yang lainnya. Kalau di sekolah tingkat dasar dan menengah, skripsi bisa disebut juga sebagai ujian akhir nasional. Hanya yang membedakan, skripsi disusun atas sebuah fenomena atau permasalahan yang timbul. Bobot skripsi dalam satuan kredit semester (SKS) cukup besar,yaitu 4 (empat) SKS. Jadi bisa dibayangkan jika dalam semester terakhir sisa SKS yang ditempuh hanya 16 SKS, berarti seperempat dari nilai semester terakhir kita dipertaruhkan pada skripsi. Awal mendengar kata srkipsi,sebagian besar mahasiswa langsung mengerutkan kening, tak terkecuali aku. Mahasiswa bingung untuk membahas fenomena apa. Dosen pun sudah berteriak lancang “penelitian yang kalian buat harus inovatif dan kreatif, beda dengan kakak tingkat kalian yang terdahulu”. Sayangnya itu hanya teori, ya sebuah teori yang sangat dimun