Ada sebuah quote menarik dari Sujiwo Tejo “Menghina Tuhan tidak perlu
dengan membakar kitab sucinya, cukup dengan anda merasa tidak yakin apakah besok
bisa makan, sudah termasuk menghina Tuhan”. Quote sederhana dari seorang
seniman Indonesia ini memiliki arti yang luas dan dalam.
Semua pasti setuju bahwa setiap orang pasti akan diuji pada berbagai
kesulitan sesuai dengan tingkat kemampuannya. Namun bagi orang-orang terpilih,
mereka menyebutnya tantangan bukan ujian. Serupa tapi tak sama. Konotasi ujian
itu cenderung negatif, lihat saja anak-anak sekolah. Mau ujian akhir sekolah
ketakutannya sudah menutupi aura positifnya. Dampaknya ? Seluruh daya tangkap
otak, logika berfikir mengalami gagal fungsi.
Bandingkan dengan mereka yang mengubah mindset ujian dengan tantangan.
Seluruh panca indera mereka, tidak hanya otak dirangsang sebegitu optimalnya
untuk menyerap nilai apapun, memikirikan kemungkinan apapun, dan mempersiapkan
penyelesaian apapun atas segala kemungkinan masalah yang akan mereka hadapi.
Apakah mereka sebegitu hebatnya dan tidak pernah gagal ? Tidak, mereka tidak
sehebat itu. Aura positif mereka membuat Tuhan tidak mau mereka bersedih dan
mengenal arti kata kegagalan.
Lalu, bagaimana caranya orang-orang tertentu mampu mengubah mindset
ujian menjadi sebuah tantangan ? Semua berawal dari percaya pada kebaikan. Tidak
ada balasan untuk perbuatan baik selain kebaikan itu sendiri. Kebaikan yang muncul
dari dalam diri kita akan melahirkan sebuah kepercayaan. Kepercayaan ini tidak
hanya datang dari sesama manusia, tapi juga dari Tuhan. Sebagai contoh, saya
selalu yakin bahwa Presiden Indonesia adalah orang yang memang memiliki
nilai-nilai kebaikan terbaik dari yang terbaik, lihat saja atas kebaikan yang
banyak dirasakan kemanfaatannya oleh orang lain dia mampu memperoleh
kepercayaan dari mayoritas penduduk Indonesia. Sehingga Tuhan pun tak rela
untuk tidak memberikan kepercayaan tertinggi pada dirinya untuk menjadi pemimpin
negara Indonesia.
Tidak ada alasan bukan untuk tidak berbuat baik, kebaikan tanpa syarat
selalu berbalaskan kebaikan tanpa batas waktu, batas negara, dan batas
kemampuan.
Kebaikan itu memang jarang dan menjadi bagian minoritas dalam diri
kita, dan itulah memang takdir kita. Namun yakinlah sedikit kebaikan akan
menghentikan mayoritas sifat buruk dalam diri kita, karena kebaikan akan selalu
hidup bersama nurani dalam jiwa kita.
Comments